Hari Pertama Masa Orientasi Siswa
Kumandang adzan subuh menggema dalam
tidurku, layaknya bunyi alarm yang terus menerus menyerukan seruan untuk segera
bangun dan menggugurkan kewajibanku untuk segera bertemu dengan-Nya dan segera
memulai hari. Dengan mata yang masih lengket, aku paksakan bangun. Mengingat
hari ini hari pertamaku masuk SMK, maka aku harus mengikuti masa pengenalan
dengan lingkungan sekolah baruku atau MOS (Masa Orientasi Siswa) selama tiga
hari. Bergegas kutunaikan kewajibanku dan segera mandi untuk bersiap ke sekolah
baruku.
Selesainya bersiap, aku sarapan, dan
pamit dengan ibuku lalu segera keluar rumah dengan membawa segala atribut yang
harus kubawa selama MOS. Lumayan banyak tapi aku bersyukur di sekolahku yang
baru ini, aku tidak harus menggunakan pakaian atau tampilan yang aneh-aneh
seperti yang kubayangkan. Ayah sudah siap menungguku di depan rumah. Sebelum
berangkat kerja, Ayah akan mengantarkanku dahulu ke sekolah. Motor yang akan
dipakai untuk mengantarkanku ke sekolah pun sudah siap. Dengan sumringah Ayah
menghampiriku dan membantuku membawa semua perlengkapanku ke motor.
Sepanjang perjalanan aku diam. Ayah
memulak pembicaraan "Anak Ayah sudah masuk SMK sekarang ya? Tapi kok masih
pake baju SMP? Emang gak dibeliin baju sama Ayahnya ya?" Kata Ayah. Aku
pun tertawa. Tapi aku tidak menanggapi omongan Ayah. Entah kenapa aku merasa
deg-degan, aku agak merasa takut ingin masuk sekolah baru. "Kamu kok diem
aja tumben? Biasa nya diledekin gantian ngeledek. Kurang apa ya sarapannya?"
Ayah meledekku lagi. "Gakpapa, yah. Nu rada deg-degan aja." Sahutku.
"Loh deg-degan kenapa? Emang uji nyali pake deg-degan segala?" Tambah
ayah. "Iiih ayaaah. Nu serius takut nih. Daritadi ngeledek mulu ih."
Jawabku agak kesal karena daritadi ayah meledekku terus. "Ya terus kamu
takut kenapa sayang?" Tanya ayah lagi. "Nu tuh takut gapunya temen,
Yah. Orang temen-temen Nu yang Nu kenal tuh pada beda jurusan sama Nu. Ntar Nu
sama siapa?" Jelasku pada Ayah. Ayah hanya tertawa dan bilang "makanya
sekolah ngadain MOS biar yang gakpunya temen jadi banyak temen. Gakusah takut.
Kamu kan baik, pasti nanti banyak temen" kata ayah melanjutkan.
Tak terasa aku sudah tiba di depan
gerbang sekolahku, aku enggan turun. Dengan berat hati akupun turun juga. Ayah
memarkirkan motornya di sekolahku. Sekolahku memiliki dua pintu gerbang.
Gerbang Utama yang berada di paling luar (area parkir dan lobby) dan Gerbang
Dalam yang adanya setelah Gerbang Utama. Ayah mengantarkanku sampai ke depan
Gerbang Dalam. Karena sesuai peraturan yang ada, selama MOS Orang tua atau wali
murid hanya boleh mengantarkan sampai depan Gerbang Dalam. Sesampainya di depan
Gerbang Dalam, Bella temanku yang ternyata juga baru datang memanggilku dari
Gerbang Utama, “Nunuuu…” Teriaknya sambil menghampiriku, mungkin takut aku
tidak mendengar. “Eh Bella. Sini Be!” sahutku pada Bella. “Itu ada temennya,
ngapain takut. Cemen ah” kata Ayah meledekku lagi. “Iiih Ayah, Bella itu enggak
satu jurusan sama Nunu, Yah… Ih Ayah mah ngeledek mulu deh males,” sahutku
kepada Ayah. Bella pun sampai ke tempatku sekarang bersama Ayah, “Pagi Om,”
sapa Bella pada Ayahku sembari mencium tangan Ayah. Ayah pun membalas salam
Bella seraya pamit padaku untuk berangkat ke Kantor. Karena hari memang sudah
mulai siang dan kantor Ayah lumayan jauh. Akupun mencium tangan Ayah, masih
enggan rasanya aku masuk gerbang sendiri tanpa Ayah. Meskipun ada Bella,
manjaku ini rasanya belum bisa lepas dari diriku. Aku akui, aku ini memang
‘Anak Papi’ bukan Anak Mami. Ya, itulah Aku, Anak manja yang baru masuk SMK.
“Anak ayah udah gede, malu sama temen-temennya. Bella aja berani. Udah cepetan
sana masuk. Nanti dihukum. Anak baru masa telat Cuma gara-gara gamau ditinggal
ayahnya. Apa gak diledekin nanti kamu” Ayah memberiku semangat lagi, dan
akhirnya aku pun mau Ayah tinggal kerja.
Saat melangkahkan kaki masuk dari
Gerbang Dalam menuju Lapangan, kulihat area dalam sudah mulai ramai dipadati
murid-murid baru berseragam warna-warni khas dari SMP masing-masing. Karena
memang selama tiga hari MOS, kami masih mengenakan seragam SMP masing-masing,
usai MOS, barulah kami memakai seragam sekolah baru kami. Seragam SMK 20. Aku
jalan sambil berbincang dengan Bella, nasehat Ayah entah kenapa seakan
menghipnotisku, rasa takut yang awalnya muncul seketika hilang dan berganti
suasana semangat, mungkin suasana lapangan yang riuh pun ikut membawaku ke
suasana suka-cita memasuki fase Putih Abu-abu.
Kakak-kakak OSIS mengarahkan para
murid baru untuk segera baris sesuai jurusan diterima dan kelas yang telah
ditetapkan. Saat aku dan Bella berpisah, tiba-tiba ada suara wanita yang
memanggil Bella “Bellaaaaa…” panggil anak itu. Bella dan akupun menoleh,
ternyata itu teman Bella. “Eh, Syaan. Baru dateng lu? Sana gih baris. AK dua di
pojok kiri tuh abis AK satu” kata Bella pada temannya. “Yah Bel, gue sendirian
gak punya temen di AK dua. Ada sih kayaknya anak 86, tapi gue pada gak kenal
bel” timpal wanita itu. “Eh iyaaak gue lupa, ini Nunu temen gue Syan. Sekelas
sama gue pas SMP. Kalian bareng aja…” kata Bella sambil mengenalkanku pada temannya
itu. Aku dan wanita itu saling menjulurkan tangan dan berkenalan “Husnul,
panggil Nunu aja” kataku. “Oh iya, Syania. Panggilnya biasanya Syan, kalo gak
Nia. Terserah aja deeeh” katanya memperkenalkan diri. Kami pun bersama mencari
barisan tempat kami harus berbaris. Dari situlah awal pertemananku dengan
Syania.
Hari kedua Masa Orientasi Siswa
Pagi ini rasanya tidak seberat
kemarin, Suara kokok ayam seakan ikut mewarnai hatiku untuk segera memulai
aktivitas pagi ini. Hari ini adalah hari keduaku melaksanakan MOS. Seperti
biasa aku diantar Ayah, tapi tidak seperti kemarin. Sekarang aku sudah tidak
takut sendiri lagi. Sesampai di gerbang Ayah pamit dan aku mencium tangan Ayah,
belum sempat Ayah berangkat, tiba-tiba ada seseorang memanggilku “Nunuuu…” Akupun
menoleh, ternyata Syania. Ia menghampiriku. “Ciyeee, pantesan aja bangun cepet,
ditinggal gampang. Ceritanya udah punya temen nih…” seperti biasanya, Ayah
tidak pernah bosan meledekku. Tapi kali ini aku tidak merasakan kesal, malah
aku balik meledek Ayah. Ya, itulah ayahku. Sering meledek, tanpa ledekan Ayah
mungkin hari-hariku akan datar saja. Karena dimana ada ledekan Ayah, disitu
muncul keceriaanku memulai hari. Meskipun terkadang suka buat kesal, tapi
disitu hariku berwarna. Semua karena Ayah.
Aku menuju lapangan bersama Syania
untuk berbaris. Setibanya di barisan tiba-tiba ada seorang murid laki-laki yang
dari pakaiannya kuketahui bahwa dia murid baru juga, tiba-tiba menyelak dan
menabrak kami dari belakang. Sepertinya dia agak telat. Karena dia dari
belakang dengan tergesagesa langsung menyelak kami yang berada di depannya.
Memang peraturannya adalah murid lakilaki berbaris di depan dan perempuan di
belakang. Mungkin tujuannya untuk menghindari para murid lakilaki ngobrol atau
bercanda, Tapiii jelas aku dan syania merasa kesal karena ditabrak dari
belakang, “kenapa si itu orang? Maen tabrak aja, bilang permisi kek, apa kek
basa-basi. Gak punya mulut apa ya. Makanya bangun pagi biar ga kesiangan.
Ketauan MOS, bawaannya berat, minta maaf kek,” gerutuku marah-marah. “Tau ya,
ketauan MOS kenapa bangun siang. Begadang kali nonton bola. Penting banget
apa,” Syania juga marah-marah. Niatku ingin menghampiri anak laki-laki itu dan
menyuruhnya untuk minta maaf, tapi seruan untuk segera merapikan barisan dari
kakak-kakak OSIS mengurungkan niatku. Terpaksa aku biarkan anak itu, aku pun
segera berbaris dengan hati masih jengkel.
Saat berbaris, anak laki-laki ada di
barisan laki-laki tapi di paling belakang, di baris kelima. (Jadi misalkan ada
20 baris ke belakang, lima baris pertama itu laki-laki dan mulai dari baris
keenam sampe 20 itu diisi perempuan) memang anak laki-laki itu lebih sedikit
dari anak perempuan. Tanpa sadar aku memperhatikan anak lakilaki yang tadi
menyelakku dari belakang. Kebetulan aku baris di barisan ke 7 di sebelah kanan
barisan laki-laki itu. Gayanya yang
tengil nampak jelas dari belakang, tanpa senyum menghiasi mukanya yang yaaa
menurutku biasa aja itu. Udah Tengil, sok ganteng, gatau minta maaf. Mending
kalo ganteng. Orang tampang biasa aja kok. Aku bandingkan dengan yang lain pun,
dia ini biasa aja. Gak ada cakep-cakepnya. Ya kuakui dia ini memang tinggi dan
berkulit putih, tapi entah kenapa karena kejadian tadi pagi, keselku ini gak
bisa hilang. Aku masih tetap menggerutu dalam hati. Ternyata laki-laki itu
menoleh kearahku, Akupun beradu pandang dengannya, dan apa yang terjadi? Kukira
laki-laki itu akan tersenyum karena tadi sudah menabrakku, eeeh ternyata
dugaanku salah besar. Dia membuang muka ke arah lain tanpa senyum dan tanpa merasa
bersalah sudah menyelak dan menabrakku tadi, dia malah langsung kegeeran karena
mungkin dia sadar aku memperhatikannya. Pppssss… memuncaklah emosiku melihat
tingkah laki-laki itu. ingin rasanya kutendang dia dari belakang dan kutonjok
mukanya yang datar, biasa aja, dan sok kegantengan itu. Aku benar-benar
memakinya dalam hati. Aku masih tahan rasa kesalku karena aku sadar, aku masih
berada di barisan.
Aku kembali memperhatikan anak itu,
kali ini bukan tanpa sadar aku memerhatikannya. Aku memperhatikannya karena aku
masih jengkel dengan tingkah lakunya dan amat sangat ingin memakinya. Anak itu
memakai pakaian putih biru, sama sepertiku. Aku menyimpulkan dia berasal dari
SMP negeri juga, tapi saat aku lihat
topinya seperti ada tulisan di samping kiri topinya, aku agak sedikit
berjinjit ke depan ingin mengetahui dari mana anak tengil itu berasal. Dengan
susah payah aku berjinjit ke depan dengan perlahan supaya anak itu tidak
mengetahui kalau aku penasaran dengannya, mmm maksudku dengan asal sekolahnya.
Dan ternyataaa dia berasal dari SMPN di Jakarta yang dari dulu merupakan musuh
berat sekolahku. Aku pribadi tidak perduli dengan musuh atau apalah, sebab aku
tidak mengenal istilah genk-genkan. Aku justru ingin punya banyak teman,
seperti kata Ayah bertemanlah dengan siapapun, selama itu positif. Tapi yang
aneh, kenapa aku harus bertemu anak laki-laki sombong itu. rasanya dia sudah
merusak mood ku hari ini. Baris-berbaris di lapangan selesai, aktivitas MOS pun
berjalan sesuai jadwal, Hari kedua MOS bagi sebagian orang mungkin berjalan
lancar, tapi entah kenapa aku sulit melupakan kejadian pagi ini.
Hari ketiga Masa Orientasi Siswa
Hari ketiga Masa Orientasi Siswa
Hari ini berjalan
seperti biasa, tidak ada sesuatu yang spesial. Tapi tidak juga ada sesuatu yang
menyebalkan, biasa saja, dan MOS hari ini berjalan lebih cepat dari hari
sebelumnya, menyebabkan pulangnya pun jadi lebih cepat, aku dan Syania
berencana mengajak Bella untuk makan bersama dulu di kantin sekolah baru kami.
Kami ingin tahu, bagaimana rasanya jajan di kantin sekolah baru. Namanya juga
siswi baru, masih betah saja rasanya di sekolah. Bella pun setuju dan kami
makan bertiga.
Aku memesan
semangkuk Mie Rebus dan segelas Pop Ice rasa Coklat dan membawa makanan yang
sudah aku pesan ke meja yang sudah diduduki Bella dan Syania. Bella memesan
Soto Ayam, dan Syania memesan Roti Bakar. Yang menarik, kami sama-sama pesan
minuman yang sama, Pop Ice. Tentunya dengan selera masing-masing. Sambil makan,
Bella memulai pembicaraan “Nu, suka banget Pop Ice rasa Coklat sih? Emang enak
ya?” “Nih cobain aja, ketimbang rasa buah-buahan, Milkshake favoritku ya Pop
Ice Coklat ini, Be. Gurih manis gimana gitu rasanya. Beda deh dari yang laen”
kataku sambil menyodorkan segelas Pop Ice rasa Coklat. Bella pun mengambil
segelas Milkshake yang kusodorkan “Iya si nu enak, rasanya kayak gak neko-neko
ya, Nu. Gak terlalu manis. Tapi Nu kalo gue lebih suka yang rasa-rasa lucu”.
“Haa? Rasa lucu, Be? Rasa apaan rasa lucu?” tanyaku heran sambil makan Mie
Rebus pesananku. “Iya Bel, rasa lucu tuh kayak apa? Setau gue yang lucu itu
gue, lucu, imut-imut” sahut Syania dengan suara khas nya yang seperti anak
kecil sambil menyilangkan kedua tangan dengan jarinya menyentuh pipi. “Yeeeh
apaan lu, San. Rasa imut tuh rasa Buble Gum, rasa permen karet. Rasanya tuh
bikin ceria. Manis tapi bukan rasa buah. Unik deh. Kaya wangi parfum gue,
Aromanya Buble Gum. Mencerminkan gue yang selalu ceria. Pokoknya Milkshake
Buble Gum ini Pop Ice Idolaku banget,” Jelas Bella Panjang lebar. “iiiiii…
enggak siii, yang enak tuh yang rasa stroberi” sahut syania tetap dengan gaya
kenakanannya. “Kenapa syan? Seger?” tanyaku. “Gue rasa bukan, Nu. Pasti bukan
gara-gara seger. Tau banget ni gue, yakin. Bukan gara-gara seger” Bella
menanggapi. Aku bingung “Lah terus?”. “Jadiii gue suka minum Pop Ice gara-gara
warnanya Piiink… Aaaa, gue suka banget warna Pink. Apa aja yang warna Pink,
pasti gue beli. Lucuuu.”. Aku bengong sambil melihat tingkah Syania ini, “Tukan
bener, kebiasaan,” tambah Bella. Ya dua orang temanku ini memang berbeda, Bella
yang kukenal sejak SMP memiliki sikap yang optimis, simple, dan ceria, tapi
Bella ini suka kurang hati-hati dalam bertindak. Dan untuk Syania, kesanku
selama tiga hari ini bertemu dengannya adalah dia orang yang manja dan seperti
anak kecil yang selalu ingin diperhatikan, mungkin sepertiku. Namun aku merasa
sifat manja kami berbeda. Entah orang lain yang melihat bagaimana.
Kamis, Hari Pertama KBM (Kegiatan Belajar Mengajar)
Kamis, Hari Pertama KBM (Kegiatan Belajar Mengajar)
Hari Kamis, hari Pertama aku
mengenakan Seragam Putih Abu-abu ku, rasa bahagia menyelimuti perasaanku.
Rasanya baru kemarin aku mengenakan seragam Putih Biru, sekarang sudah berganti
saja jadi putih abu-abu. Aku sudah menyiapkan seluruh peralatan sekolahku selepas
MOS kemarin. Bangun pagi langsung kuambil wudhu lalu menunaikan kewajiban ku. Doa
tulus kupanjatkan kepada Yang Maha Esa atas segala kenikmatan dan kebahagiaan
yang masih diberikan untukku hingga pagi ini.
Aku sudah siap, Ibu pun telah
menyiapkanku sarapan. Aku, Ayah, dan Ibu sudah sarapan bersama, hari ini aku
merasa sangat bahagia. Satu meja makan bersama orangtuaku. Seakan semua ini
mengisi semangatku untuk menjalani hari. Selepas makan, aku dan Ayah berpamitan
untuk ke sekolah, dan Ayah pamit mengantarku ke sekolah lalu berangkat ke
kantor. Aku mencium tangan ibu, dan ibu mencium tangan Ayah. Seperti biasa, diperjalanan
menuju ke sekolah, ayah pasti selalu memberikan ku semangat, dan bercanda supaya
aku merasa senang. Ayah memang juara.
Hari pertama masuk sekolah, belum
mulai pelajaran normal seperti biasa. Hanya perkenalan dan perkenalan awal seputar
jurusan yang diambil. Namun harus tetap mengikuti jadwal yang telah ditetapkan.
Jadwal sekolahku mulai dari jam setengah tujuh pagi dan berakhir jam tiga sore.
Aku sempat merasa bosan karena tiap kali ganti jam pelajaran baru kami hanya
perkenalan saja, tapi aku selalu ingat kata Ayah. Aku harus semangat, aku tidak
boleh mengecewakan Ayah. Dan benar, dari perkenalan itu, aku berkenalan lagi
dengan banyak teman. Ternyata tidak hanya aku yang merasakan takut saat pertama
kali masuk sekolah, tapi yang lain pun sama. Disitu aku bertemu lagi dengan
Eka, yang dulu saat SMP sempat satu kelas denganku dan aku tidak sadar bahwa
sekarang kami satu sekolah, bahkan satu kelas lagi.
Jam demi jam berlalu perlahan,
hingga akhirnya bunyilah bel sekolah yang menandakan tibanya waktu istirahat.
Aku pun segera keluar kelas. Penat rasanya. Aku melihat sekitar lapangan
sekolah dari depan teras kelas. Kelasku berada di lantai tiga. Jadi isi lapangan
cukup terjangkau pandanganku untuk dinikmati. Aku menghirup segarnya udara di
luar. "Nuuu..." syania memanggilku. Aku menoleh ke belakang. "Iya
syan? Kenapa syan?" Jawabku. "Laper gak nu. Ayuk ke kantin. Laper
niiih" kata Syania. "Yaudah ayuk," aku turun melewati tangga.
Tapi langkahku terhenti, aku berfikir untuk mengajak Eka supaya lebih seru. Karena
kelasku dengan Bella agak jauh. "Syan, gue kedalem dulu yak, manggil Eka
biar rame, kita ngobrol-ngobrol kayak kemaren lagi" jelasku. "Oke. Gue
tunggu sini ya" kata syania setuju.
***
Di kantin
Setibanya di Kantin, hal pertama
yang kupirkan adalah minuman. Aku lupa membawa minumanku yang kutinggal di
kelas. Kantin saat iti sangat ramaaai. Aku bingung mau duduk dimana. Dan
finally, setelah kami bertiga muter-muter cari tempat untuk makan, akhirnya kami
menemukan meja yang muat untuk kami bertiga. Meja kayu panjang dengan bangku
yang juga panjang menyesuaikan mejanya. Di sebelah kanan kami sudah ada sekumpulan
murid baru yang kuketahui dari pakaiannya yang masih memakai putih abu-abu.
Sebab, kakak senior kami sudah mengenakan pakaian batik setiap hari Kamis.
Karena kami masih murid baru, kami belum mendapatkan seragam batik. Aku tidak
mengenali siapa yang duduk di sebelah kami bertiga. Entah hanya aku yang tidak
menyadari atau kedua temanku itu menyadari, intinya aku mau pesan Pop Ice dulu
sebab semua tempat memesan makanan dipenuhi antrean. Aku takut tidak kebagian.
Aku ikut antre di warung minum yang
menjual Ice. Cukup lama aku antre disana bersama murid-murid lain yang
'mungkin' juga kehausan sepertiku. Agak kesal karena yang beli rata-rata tidak
antre, kebanyakan kakak kelas yang main selak. Dalam hati ingi mengomel tapi
apalah dayaku yang masih menggunakan seragam Putih Abu-abu, bukan seragam batik.
Setelah penantian yang cukup lama untuk 'orang yang kehausan' akhirnya sekarang
giliranku "Pop Ice coklat ya bang," pesanku pada abang penjual Pop
Ice. "OK boss, di gelas apa di cup plastik?" Tanyanya. "Di gelas
aja, minum sini kok", jawabku kepada abang itu. Abang itu pun mengambil gelas
dan menuangkan Pop Ice Idolaku ke dalam gelas kaca bening. Aaah butiran air embun
yang mengalir di luar sisi gelas, seakan menggodaku untuk cepat minum Pop Ice coklat
dingin itu. Ohiya, cara penyajian di warung Pop ice ini cukup unik. Jadi Pop
Icenya diseduh sekalian banyak, dicampur dengan air dan es batu lalu ditutup di
dalam termos es besar. Jadi saat ada yang pesan, tinggal ciduk saja menggunakan
cidukan yang terbuat dari gelas plastik lalu dikasih gagang (pegangan) panjang.
Saat abangnya ingin memberikan segelas Pop Ice padaku, tiba-tibaaaa ada tangan
orang yang main rebut Pop ice ku. Jelas aku sangat marah dan emosi diperlakukan
seperti itu. Aku langsung menengok ke orang tersebut dan hendak memaki orang
itu. Namun niatku untuk memaki orang itu terhenti saat aku tahu bahwa yang
kumaki adalah laki-laki yang menabrakku dari belakang saat MOS kemarin. Aku tertahan
untuk memaki bukan berarti aku tidak jadi memarahinya, justru aku diam untuk
mengumpulkan energi lebih agar bisa memakinya dua kali lipat.
Aku diam dan kami sama-sama saling tatap.
Ingin aku memakinya tetapi entah kenapa aku terdiam, dia pun diam. Tidak pergi
dan tidak minum Pop Ice yang ia rebut dari tanganku tadi. Entah kenapa mulutku seakan
bisu, mungkin karena banyak orang saat di kantin itu. Aku tidak terbiasa
meluapkan emosiku di depan umum. Ayah tidak pernah mengajarkanku untuk
melampiaskan emosi di depan banyak orang. "Maaf" aku mendengar
laki-laki itu mengucapkan kata 'maaf' aku masih diam. "Maaf ya"
katanya sambil menyodorkan segelas Pop Ice coklat yang ia rebut tadi.
"Kenapa?" Hanya kata itu yang keluar dari mulutku. "Maaf, gue
nyerobot minuman lo" jawabnya. "Kenapa?" Tak ada sautan lain
dariku. "Maaf juga gue kemaren nabrak lo, lo yang kemaren gue selak dari
belakang kan? Sekarang gue nyelak minuman lo. Gue gak sengaja. Kemaren gue panik
gara-gara kesiangan, sekarang gue kesel gara-gara ngantri lama eh diselak mulu
ama senior, pas gue liat lo yang masih pake seragam putih abu-abu ya gue
beraniin aja nyelak. Gue gaberani kalo sama senior" jelasnya panjang.
"Terus kalo sama gue lo berani? Mentang-mentang kita seumuran?"
Kataku agak malas dengan suara yang tidak kencang. "Bukan, bukan gitu. Gue
..." dia melanjutkan penjelasannya tapi aku mulai malas tidak perduli dan
langsung Pesan segelas Pop Ice Coklat 'lagi' kepada abang penjual Pop Ice. Setelah
mendapatkan segelas Pop Ice aku langsung jalan balik menuju tempat Eka dan
Syania duduk. Sesampainya di meja itu aku kaget. Kok laki-laki itu ada di
belakangku, apa dia mengikutiku karena belum mendapatkan jawaban maaf dariku. Aku
bertanya dalam hati. Entah apa yang membuatku memiliki perasaan geer seperti
itu, perasaan yang mendorongku untuk menanyakan hal bodoh yang seharusnya tidak
kutanyakan. "Lo ngapain ngikutin gue?" Tanyaku percaya diri. Dia
tidak menjawab, hanya tersenyum kecil geli. Aku bingung melihat tingkah anak
ini. Dan aku bertanya kembali "lo ngapain ngikutin gue ha?" Akhirnya
anak itupun bicara sambil senyum-senyum geli. Suara tawa kecilpun terdengar dari
bangku yang sama. Suara tawa laki-laki. Cukup banyak, tapi terdengar kecil.
Seperti suara-suara menahan tawa "maaf, bukan kok bukan," "bukan
apa?" Jawabku penasaran. "Jadi, gue itu pengen duduk. Itu tempat gue."
Jawabnya sambil menunjuk bangku panjang disebelah tempat duduknya. Ternya
kumpulan laki-laki yang tadi duduk di sebelahku adalah dia, bersama teman-temannya.
Dan mereka mentertawaiku karena ucapanku yang terlalu percaya diri itu. Ppppssss
mukaku memanas, mungkin merah. Aku malu, kusangat malu. Ingin rasanya aku pergi
dari tempat itu sesegera mungkin. Namun rasanya tidak mungkin karena makanan belum
kumakan tapi sudah kubayar, dan perutku keroncongan. Akupun membiarkan dia duduk
duluan di sebelahku, baru aku juga duduk
di bangku kayu panjang itu. Disebelah laki-laki itu. Aku hanya menunduk. Tidak
berani menatap siapapun rasanya saat itu.
Diamku tak berkutik karena malu,
tapi tidak kusangka anak itu tiba-tiba berbicara padaku. "Suka Pop Ice
Coklat juga ya?" "Enggak juga" jawabku dengan masih enggan
menatapnya. "Masa, tadi kan banyak rasa. Kenapa milihnya yang coklat?"
Tanyanya lagi. "Yaaa suka aja, lagi kepengen aja." Jawabku yang sudah
mulai berani menaikan wajahku. Anak laki-laki itu tersenyum sambil meledek
"tuh, katanya enggak suka. Tapi jawabnya ya suka aja. Perempuan tu labil
ya." Aku diam dan tersenyum agak kecut. Mmm berani juga ini orang ngomong
sama gue, setelah berhasil bikin gue malu di depan temen-temen gue dan
temen-temennya. Belum sempat aku menanggapi tiba-tiba bel masuk pun berbunyi.
Aku dan teman-temanku pun bergegas balik menuju kelas. Laki-laki itu bicara kecil
di belakangku "maaf ya," aku meninggalkannya di belakangku dan segera
menuju kelas.
Hari Jum'at. Pertemuan
ekstrakulikuler.
Kamis malam aku mendapatkan pesan
dari kakak kelas yang mengaku dari ekstrakulikuler 'rohis'. Di pesan itu tertulis
bahwa aku harus mengikuti pertemuan perdana anggota Rohis baru. Akupun bertanya
pada teman-temanku siapa saja yang saat MOS imendaftar ekstrakulikuler rohis. Ternyata
banyak, Syania dan Eka pun ikut rohis juga.
Bel pulang berbunyi. Aku dan
teman-teman yang mendapatkan pesan pun berkumpul di lokasi pertemuan yang sudah
diumumkan di pesan itu juga. Di masjid sekolah. Tidak lama, Kumandang ashar berbunyi.
Akupun segera menunaikan kewajibanku dahulu. Salepas itu pertemuan pun dimulai.
Seluruh murid baru yang mendaftarkan diri di rohis pun cukup banyak. Mmm
antusias teman-teman 20 ini cukup tinggi juga rupanya. Pikirku dalam hati.
Acarapun dimulai, aku mulai mengamati satu per satu anggota rohis. Baik yang
lama maupun yang baru akan masuk sepertiku. Namun, alangkah kagetnya aku saat mengetahui
bahwa laki-laki yang menabrakku dan mempermalukan aku kemarin-kemarin ternyata
daftar menjadi anggota Rohis juga. Tanpa sadar mulutku menganga kaget dan
menepuk keningku. Yatuhan, mimpi apa aku semalam. Kukira aku tidak akan pernah
berhubungan lagi dengan orang itu. Tapi pada kenyataannya pikiranku tidak
sesuai takdir yang terjadi.
Belum selesai aku terheran-heran,
aku tidak menyadari acara perkenalan sudah dimulai. Aku pun memperhatikan satu
persatu anggota rohis ini, hingga tiba giliran laki-laki itu memperkenalkan diri.
"Nama saya Adi Hariadi, Kelas AK 1, Motivasi ikut rohis ingin mendapatkan
pengalaman baru" laki-laki itu memperkenalkan diri. Oooalaaah namanya Adi
toh pikirku dalam hati. Entah kenapa aku merasa senang mengetahui namanya. Haduuuh
aku ini kenapa. Dia kan tengil, buat apa aku tau namanya. Dia aja belom tentu
mau tahu namaku. Ah apalah aku ini. Aaaah jangan sampe suka lah. Aku kan benci
sama orang ini. Rutukku dalam hati. Saat itu pun tiba giliranku memperkenalkan
diri. Seperti yang lain aku memperkenalkan diri "nama saya Husnul Khotimah
dari kelas AK 2, Motivasi ikut Rohis ingin memperbanyak teman dan pengetahuan,"
jelasku pada anggota lain.
Sesi perkenalanpun usai, dilanjutkan
dengan games, lalu pulang. Saat aku sedang memakai sepatu tiba-tiba Adi datang
menghampiriku. Dia menyapaku "eh Husnul, mau pulang ya?" Berani juva
ni orang "eh iya. Mau pulang nih" jawabku pura-pura cuek. Tiba-tiba Bella
yang juga sedang pakai sepatu di sebelahku nyeletuk "ciyeee siapa tuh, Nu?
Berapa hari sekolah udah dapet cowo aja" ledek Bella. "Aaah enggak
kok Be. Gue kenal juga gara-gara dia pernah nabrak gue aja pas baris. Kalo
enggak juga gue gakenal kok" jelasku pada Bella. "Ah boong tu Br, di
kantin kan mereka udah ngobrol sebenernya. Agak lucu gitu sih kejadiannya ..."
Syania tiba-tiba nyaut dan menjelaskan bagaimana ceritanya aku dan Adi bisa
kenal, tanpa sadar Adi sudah tidak di sebelahku. Dan Eka pun tiba-tiba berbicara
sesuatu "eh iyak tempat pensil gue ketinggalan di kelas. Gue ambil dulu yak,
kalian tunggu sini" kata Eka pada Aku, bella, dan Syania. Kamipunbmenunggu
Eka di pinggiran masjid.
"Yuk guys, kita balik"
ajak eka yang sedang menuruni tangga. "Yuk" jawab kami bertiga
serempak. Saat berjalan melewati koridor tiba-tiba ada yang memanggilku dari
belakang "Husnuuuul" akupun menoleh. Dan ternyata itu Adi. Akupun
terhenti. Teman-teman kupun riuh meyorakiku dengan suara "ciyeeee
ciyeee". Adi menghampiriku dengan sedikit berlari sambil membawa dua gelas
Pop Ice Coklat dingin favoritku. Saat berada di depanku tiba-tiba ia
menyodorkan satu cup plastik berisi Pop Ice coklat. Aku terheran dan bertanya
"ini apa?" "Pop Ice coklat" jawabnya. "Hahaha yaiya
tau itu gue juga, maksudnya dalam rangka apa?" Tanyaku lagi pada Adi.
"Yaaa anggep aja itu tanda peemintaan maaf gue ke lo, dan tanda gue udah
tau nama lo. Hehe. Gue minta maaf udah nabrak lo dan udah bikin lo malu. Sumpah
gue gak bermaksud kayak gifu" jawabnya menyesal. "Hooo okeh okeh, btw
kenapa rasa coklat?" Aku gantian bertanya. "Ya gapapa, lagi pengenajaaa"
jawabnya meniru omonganku dikantin kemarin."hahahaha itukan omongan gue
kemaren" tanggapku. Aaaah entah mengapa rasanya perasaanku saat itu
seperti berbunga-bunga. Aku belum pernah merasakan ini sebelumnya. Antara malu,
jengkel, atau entah apalah namanya. Atau mungkin ini karma karena aku sudah
mengamitamiti dia. Entahlah aku bingung. Dan sejak saat itu Adi pun meminta
nomer HPku, dan kamipun mulai sering sms-an, bertemu, dan lebih sering ngobrol
bareng. Keseringan kami bertemu di organisasipun membuatku dan Adi jadi lebih
dekat meskipun kami tidak sekelas. Lama-lama Adipun mengungkapkan perasaannya kepadaku.
Kami pun menjalin hubungan. Mungkin karma di cerita-cerita atau sinetron itu
bukan cuma sekedar cerita. Pelajaran nyata untukku, agar jengan mudah membenci
dan menyimpan dendam kepada orang dengan berlebih. Memaafkan itu lebih baik.
Karena kita tidak akan pernah tau bagaimana takdir berjalan. Seperti Aku dan
Adi, bermula dari benci, dan segelas Pop Ice coklat semasa sekolah, hubunganku
dengan Adi, berjalan hingga sekarang.
Itulah kisahku bersama segelas Pop
Ice coklat. Bagaimana denganmu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar